Selasa, 15 Februari 2011

KELAINAN JINAK PADA PAYUDARA DAN RISIKO AKAN KANKER PAYUDARA


KELAINAN JINAK PADA PAYUDARA DAN RISIKO AKAN  KANKER PAYUDARA 
oleh Muhammad Sayuti


I.       PENDAHULUAN
Mayoritas dari lesi-lesi yang terjadi pada payudara adalah jinak. Sebagian besar perhatian diberikan pada lesi-lesi yang membahayakan (malignant) pada payudara karena kanker payudara adalah penyakit membahayakan yang umumnya terjadi pada wanita. Walau bagaimanapun, lesi-lesi jinak pada payudara adalah yang paling sering terjadi dibandingkan dengan lesi-lesi yang berbahaya. Dengan menggunakan mammography, ultrasound, dan magnetic resonance imaging pada payudara, dan penggunaan needle biopsy, diagnosis tumor jinak pada payudara dapat dilakukan tanpa melalui operasi pada sebagian besar pasien. Karena mayoritas dari lesi-lesi jinak tersebut tidak berkaitan dengan peningkatan risiko untuk kanker payudara, prosedur-prosedur operasi yang tidak perlu harus dihindari. Tulisan ini di buat dengan tujuan agar dapat mengenali lesi-lesi jinak, untuk membedakan mereka dari kanker payudara, dan juga untuk menilai risiko pasien akan pertumbuhan kanker payudara, sehingga modalitas penanganan yang paling sesuai dapat ditetapkan. 1,2,3

II. DAFTAR PUSTAKA
2.1. ANATOMI PAYUDARA
Payudara adalah masa stroma dan parenkhim payudara yang terletak di dinding toraks anterior antara intercostal spatium II dan intercostal spatium VI dan parasternal sampai dengan linea medioklavikularis. Pada bagian payudara yang paling menonjol terdapat sebuah papilla, dikelilingi oleh daerah kulit yang lebih gelap yang disebut areola. Payudara berisi sampai 20 glandula mammaria yang masing-masing memiliki saluran dalam bentuk ductus lactiferous. Ductus lactiferous bermuara pada papilla mammae. Payudara mendapat vaskularisasi utama dari cabang a.mammaria interna, a.torakoakromialis dan cabang a.interkostalis 3,4,5. Kelenjar getah bening regional pada payudara adalah kelenjar getah bening aksila, supra dan infraklavikula serta mammaria interna. Kelenjar getah bening aksila dibagi atas 3 zona yaitu level I, II dan III. Level I adalah kelenjar getah bening yang terlatak lateral dari muskulus pektoralis minor, level II adalah terletak dibelakang m.pektoralis minor dan level III adalah terletak medial dari m.pektoralis minor, disamping itu juga ada kelenjar getah bening interpektoral atau disebut Rotter. 1,4,5

2.2 PERTUMBUHAN PAYUDARA
Hormon dan faktor-faktor yang berkaitan dengan pertumbuhan akan bereaksi terhadap sel-sel Stromal dan Ephitelial dalam mengatur pertumbuhan, maturisasi, dan pembedaan pada sel-sel kelenjar susu (mammary-gland). Secara umum, estrogen memediasi pertumbuhan dan pemanjangan jaringan duktus (ductal tissue), progesterone akan memfasilitasi percabangan duktus (ductal branching) dan pertumbuhan lobulo-alveolar, serta prolactin akan mengatur produksi protein susu. Pada masa puber, tingkat estradiol dan progesterone meningkat untuk memulai pertumbuhan payudara. Hasil-hasil seperti struktur pohon kompleks, yang terdiri dari 5 sampai dengan 10 saluran susu primer yang bermuara pada puting susu, 20 sampai dengan 40 saluran segmental (segmental ducts), dan 10 sampai dengan 100 saluran subsegmental (subsegmental ducts) yang berujung pada bagian kelenjar yang disebut terminal-duct lobular units. Pada payudara wanita dewasa, perubahan yang bersifat siklik terjadi selama siklus menstruasi yang berakibat pada peningkatan rata-rata perkembangbiakan (proliferation) sel-sel selama fase luteal. Peningkatan ukuran payudara sampai dengan 15 persen akan terjadi selama fase ini. Pada masa menopause, jumlah lobules akan mulai berkurang. 1,3,6
2.3. PERUBAHAN PADA PAYUDARA NORMAL
Fitur-fitur morfologis dari payudara akan mengalami perubahan yang substansial antara permulaan masa remaja (adolescence) dan menopause. Spektrum dari fitur histologis yang normal dimulai dari dominasi ducts, lobules, serta intralobular dan interlobular stroma, sampai dengan fitur yang menampilkan umumnya pola perubahan serabut (fibrous change) dan formasi cyst, yang dulunya dikenal sebagai gangguan fibrocystic pada payudara. Saat ini gangguan tersebut lebih dikenal dengan istilah ‘perubahan fibrocystic’ (fibrocystic changes).
Pada wanita antara awal usia remaja sampai dengan pertengahan usia 20-an, lobules dan stroma dalam payudara akan bereaksi terhadap stimuli hormonal secara berlebihan (exaggerated) dengan pertumbuhan single dan multiple palpable fibroadenomas. Dalam beberapa seri otopsi, 15 sampai dengan 23 persen dari wanita dalam kelompok umur ini ditemukan memiliki fibroadenomas, sedangkan klinik-klinik khusus telah menemukan 7 sampai dengan 13 persen diantara pasien wanita dalam kelompok umur ini, dan pada beberapa penelitian epidemiologi telah menemukan 2.2 persen. Pada dekade ketiga dan keempat dari usia, tingkatan akan nodul palpable yang tersebar (diffuse palpable nodularity) kemungkinan meningkat. Dalam istilah histologi, peningkatan ini merepresentasikan adenosis – yaitu penambahan/peningkatan akan jumlah normal jaringan lobular (lobular tissue). Stroma kemungkinan juga akan mengalami hypertrophy, yang menghasilkan area yang mengalami gangguan yang dapat di raba (palpable areas of ill-defined fullness), yang sering kali pada axillary tail. Pada wanita antara pertengahan dekade keempat dari usianya dan saat menopause, jaringan kelenjar (glandular tissue) kemungkinan mengalami hypertrophy tingkat lanjut yang berkaitan dengan peningkatan jaringan stromal (stromal tissue). Formasi cyst yang umumnya tinggi dikaitkan dengan menopause yang terlambat, penggunaan hormone-replacement therapy, dan kondisi tubuh yang kurus. 1,3,6,7,8
2.4. FAKTOR PENYEBAB  KELAINAN JINAK PAYUDARA
Observasi klinis pada wanita yang mendapatkan obat estrogen dan antiestrogen memberi kesan bahwa hormon memainkan peran dalam perkembangan lesi jinak. Diantara wanita postmenstrual yang mendapatkan estrogen dengan yang tanpa progrestin, lebih dari delapan tahun prevalensi lesi jinak payudara meningkat sebesar 1,70 (CI 95 % : 1,06 – 2.72). Obat tamoxifen antiestrogen kalau digunakan dalam mencegah kanker payudara dihubungkan dengan suatu reduksi 28% dalam prevalensi lesi jinak payudara ( RR : 0,72:95, CI 95 % 0.65-0.79) ini termasuk adenosis, kista, duktus mamaria ektasis, dan hiperplasia. Perubahan genetik yang mendasari dan yang didapat juga dihubungkan dengan lesi jinak payudara. Lepasnya ikatan heterozigot yang menyebabkan kehilangan segmen kecil dari DNA, umumnya ditemukan pada lesi jinak payudara. Lesi sering terjadi multifokal, dengan setiap lesi menunjukkan lepasnya ikatan heterozigot dari regio yang berbeda dari DNA. Wanita dengan mutasi dalam gen BRCA 1 atau BRCA 2 mempunyai frekuensi yang tinggi, lesi payudara jinak atau ganas pada pemeriksaan yang sangat teliti dari spesimen yang didapatkan dari mastektomi bilateral. Penemuan ini mendukung teori terkini dimana predisposisi yang mendasari mutasi pada beberapa penderita sebagai penyebab lesi jinak multipel. 1,3,4,10

2.5. KLASIFIKASI LESI JINAK PADA PAYUDARA
Dalam klasifikasi praktikal, breast lesions yang tidak meningkatkan risiko ke arah kanker payudara dibedakan dari breast lesions dengan tingkatan risiko yang rendah (risiko relative, 1.5 – 2.0) atau tingkatan sedang/moderat (risiko realtif, >2.0)(Tabel 1). Basis penting dari klasifikasi ini adalah perkembangbiakan sel (cellular proliferation). 1,3,8
Tabel 1. Klasifikasi Lesi-lesi Jinak pada payudara pada pemeriksaan histologi menurut risiko relatif kanker payudara
2.6. GAMBARAN KLINIS TUMOR JINAK PAYUDARA
2.6.1. Nyeri/sakit pada Payudara (Breast Pain)
Siklus rasa nyeri/sakit pada payudara biasanya terjadi selama akhir fase luteal dari siklus menstruasi, yang diasosiasikan dengan premenstrual syndrome, dan selesai (resolves) pada saat permulaan menstruasi (the onset of menses) (Tabel 2). Noncyclic breast pain tidak berhubungan dengan siklus menstruasi. 1,3,4
2.6.2. Nyeri/Sakit pada Daerah Bukan Payudara (Nonbreast Pain)
Rasa nyeri yang timbul di dinding dada bisa disalahtujukan dengan rasa nyeri di payudara. Rasa nyeri yang terbatas pada daerah-daerah tertentu, dan ditandai dengan rasa terbakar atau nyeri seperti diiris pisau pada daerah dinding dada. Beberapa tipe rasa nyeri yang dapat dijelaskan, termasuk localized atau diffuse lateral chest-wall pain, rasa sakit yang menyeluruh (radicular pain) dari cervical arthritis, dan rasa nyeri yang berasal dari Tietze’s syndrome (costochondritis). 1,3,4
2.6.3. Puting berlendir (Nipple Discharge)
Diantara pasien-pasien wanita yang dimaksud oleh dokter sebagai mereka yang mengalami gejala-gejala gangguan payudara, sekitar 6.8 persen mengalami nipple discharge. Walaupun gejala ini sangat mengganggu pasien, hanya 5 persen dari mereka yang ditemukan mengalami gangguan dasar yang serius (serious underlying disease). Nipple discharge termasuk bersifat patologis jika hal tersebut terjadi secara spontan, berawal dari satu saluran (single duct), bersifat tetap, dan mengandung darah kotor. Usia adalah faktor penting yang melihat pada risiko ganasnya gangguan (malignant disease). 1,3,4

2.6.4. Benjolan-benjolan terpusat dan tersebar pada payudara (Focal and Diffuse Breast Lumps)
Lesi terpisah (discrete lesions) yang terdeteksi dengan palpasi atau dengan mammography rutin adalah entitas-entitas yang berbeda pada wanita yang berusia kurang dari 30 tahun, 31 sampai dengan 50 tahun, atau diatas 50 tahun. Berdasarkan statistik, 9 dari 10 nodul-nodul baru pada wanita premenopausal adalah jinak (Tabel 1). Pembengkakan simetris yang tersebar (diffuse symmetrical lumpiness) umumnya ditemukan pada saat pemeriksaan fisik dan dikaitkan dengan perubahan fibrocystic pada pemeriksaan histologis. 1,3,4
Tabel 2. Keluhan lesi jinak payudara yang umum pada Wanita
*Persentase-persentase mengindikasikan persentase payudara yang diteliti pada otopsi yang mana lesi ditemukan.


2.7. PEMERIKSAAN
2.7.1. Riwayat penyakit
Riwayat penyakit harus mencakup karakteristik gejala dan waktu dalam kaitannya dengan siklus haid. Lesi jinak payudara paling sering disebabkan perubahan fibrokistik. Penyebab lain meliputi mastitis, yang biasanya menghasilkan rasa sakit mendadak, dengan tanda-tanda peradangan. Pendulous breast dapat menyebabkan rasa sakit. Hidradenitis suppurativa dapat bermanifestasi sebagai nodul payudara dan sakit, tanda-tanda infeksi dan kemungkinan keterlibatan aksila harus dievaluasi. Harus diwaspadai riwayat yang mengesankan toraks arthritis, peradangan dinding dada, payudara atau infeksi aksila, kolesistitis, atau iskemia jantung. Adanya atau tidak adanya benjolan harus dipastikan, dan apakah mereka bertambah dan berkurang dengan siklus menstruasi (yang menunjukkan perubahan fibrokistik). Benjolan yang terkait dengan nipple discharge, terutama discharge unilateral yang berdarah perlu diwaspadai.
Faktor risiko untuk kanker harus dikaji, ini meliputi usia, menarke sebelum usia 12 tahun, menopause setelah umur 55 tahun, dan melahirkan hidup pertama pada usia 30 tahun atau lebih. Informasi harus diperoleh tentang biopsi sebelumnya (apakah duktus hiperplasia dan, jika demikian, apakah atipis), dan jumlah kerabat tingkat pertama dengan kanker payudara (dan pada usia berapa kanker mereka terdeteksi). Perangkat penilaian risiko Gail Model dapat digunakan untuk membantu menghitung risiko dari pertanyaan-pertanyaan riwayat ini. 1,3,9,11 
2.7.2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan payudara klinis sangat berguna dalam screening maupun dalam evaluasi benjolan. Dalam penelitian yang membandingkan kedua modalitas screening pemeriksaan fisik dan mamografi, kisaran kanker terdeteksi oleh pemeriksaan fisik tetapi tidak oleh mamografi adalah 3 % -45 %. Walaupun sensitivitas mamografi lebih besar dari pada pemeriksaan fisik, ada nilai sisa diagnostik dari pemeriksaan fisik yang berperan membantu kelanjutan dari screening.
Palpasi secara hati-hati, sistematis meningkatkan deteksi benjolan payudara. Posisi pasien, palpasi batas-batas payudara, pola dan teknik pemeriksaan adalah variabel penting dalam pemeriksaan klinis.
Pemeriksaan fisik harus meliputi inspeksi dan palpasi. Pemeriksaan payudara dapat dilakukan dengan wanita yang duduk dengan tangan di pinggul, beberapa menganjurkan inspeksi juga dengan pasien duduk dengan tangan di atas kepala, mendorong ke bawah. Pemeriksa mencari benjolan, asimetris, atau skin dimpling.
Payudara harus diraba untuk evaluasi dan deteksi tekstur massa. Posisi pasien terlentang lebih baik karena pemeriksaan fisik payudara memerlukan jaringan payudara yang rata terhadap dada pasien, dan jarak dari kulit ke dinding dada diminimalkan dengan pasien terlentang. Tangan pasien ipsilateral harus diatas level kepala pemeriksaan aspek lateral payudara, siku harus setinggi bahu untuk pemeriksaan bagian medial payudara.
Pola pemeriksaan harus sistematis, ini penting untuk mencakup daerah yang berbatasan dengan klavikula, dan secara lateral ke arah aksila, sehingga memastikan pemeriksaan terhadap semua jaringan payudara. Salah satu metode yang disukai adalah mulai di aksila di garis midaksilaris dan kemudian menutup payudara dengan meraba garis-garis paralel, secara lajur vertikal ke sternum. Sebuah wilayah persegi panjang yang dibatasi oleh klavikula, midsternum, garis midaksilaris, dan garis bra harus mencakupi (Gambar 1). Gerakan kecil melingkar harus dilakukan pada setiap langkah dengan menggunakan bantalan dari jari kedua, ketiga, dan keempat, dengan tekanan gradasi (Gambar 2). 4
Gambar 1

Gambar 2
Pemeriksaan aksila untuk kelenjar getah bening harus mengikuti pemeriksaan payudara. Pemeriksaan di sepanjang dinding dada sangat penting. Posisi dan ukuran dari setiap kelenjar getah bening harus dicatat. 
Karakter benjolan payudara sangat penting. Karakteristik yang mengesankan kanker termasuk suatu tekstur keras atau kasar, imobilitas, batas ireguler, dan ukuran lebih besar dari pada 2 cm. Sebuah massa baru yang dominan atau kasar atau benjolan yang membesar layak dievaluasi. Sayangnya, rasio kemungkinan untuk tanda-tanda yang menunjukkan kanker ialah bukan sangat besar, kecuali adanya benjolan yang fix dan ukuran lebih besar dari pada 2 cm. 

Tabel 3. Pemeriksaan Klinis Pasien dengan Benign Breast Disease
2.8. PEMERIKSAAN PENUNJANG
2.8.1.Mamografi       
            Mamografi dapat dilakukan sebagai tambahan untuk pemeriksaan fisik dalam mengevaluasi benjolan payudara atau sebagai alat skrining. Mamografi umumnya tidak bermanfaat pada wanita yang lebih muda dari 35 tahun. Ultrasonografi mungkin berguna dalam mengevaluasi benjolan pada perempuan muda ini. Mamografi biasanya dianjurkan sebagai bagian dari evaluasi pada wanita berusia lebih dari 35 tahun yang memiliki massa payudara, untuk membantu mengevaluasi massa dan untuk mencari lesi lainnya. Adalah kesalahan mengandalkan hasil mammogram negatif apabila secara klinis dicurigai adanya benjolan. 
Temuan mamografi yang mengesankan kanker termasuk peningkatan densitas, batas ireguler, spiculation, dan mikro kalsifikasi berkerumun tidak teratur. Bulat, lesi padat pada mamografi mungkin mempresentasikan lesi kistik. Ultrasonografi sering dapat mengesankan suatu lesi kistik, dan aspirasi jarum dapat menegaskan hal ini. 1,3,4
2.8.2.Ultrasonografi
            Ultrasonografi tidak memiliki peran tunggal atau kajian awal dalam skrining untuk kanker payudara. Namun, sangat berguna untuk mengevaluasi benjolan payudara dan dalam mendefinisikan lebih lanjut kelainan dari mammografi. Hal ini terutama berguna pada wanita yang lebih muda dari 35 tahun, ketika massa yang terdeteksi pada skrining mamografi tetapi tidak teraba, ketika seorang pasien menolak aspirasi pada sebuah massa, dan jika massa terlalu kecil atau terlalu dalam untuk aspirasi.
Risiko kanker adalah rendah jika sebuah simple cyst ditemukan pada USG. Sebuah penelitian tidak menemukan kanker pada 223 kista. Namun, beberapa ahli merekomendasikan bergerak langsung ke aspirasi jarum halus jika simple cyst ditemukan di lokasi yang teraba massa. Dalam pengalaman peneliti, hanya menemukan satu kanker dalam suatu "simple cyst" yang dicatat oleh USG; " kista "adalah berukuran 2 cm, baru, dan teraba oleh pasien dan dokter, dan hal itu dibenarkan berdasarkan aspirasi. 1,3,4
2.8.3.Aspirasi jarum halus
Aspirasi jarum halus dapat dilakukan untuk aspirasi sesuatu yang teraba yang dicurigai kista. Sebuah jarum pengukur no 22 atau 24 dimasukkan ke dalam kista yang telah distabilkan dengan tangan yang lain. Jika cairan yang didapat nonbloody, dapat dibuang, karena tidak ada kanker ditemukan dalam cairan kista nonbloody. Suatu recheck klinis harus dilakukan dalam 4 sampai 6 minggu. Cairan berdarah harus dikirim untuk analisis patologis. Kanker ditemukan kira-kira 1% dari aspirasi berdarah. Kalau tidak ada cairan yang diperoleh, sel dapat diperoleh untuk evaluasi sitologi dengan biopsi aspirasi jarum halus. 1,3,4
2.8.4.Core Needle Biopsi
            Jarum yang lebih besar (14-18) digunakan untuk core needle biopsy. Hal ini kebanyakan digunakan untuk mengevaluasi massa payudara nonpalpable (yang ditemukan pada mamografi saja), dengan bimbingan ultrasound atau mammografi. Perjanjian antara core needle biopsy dan biopsi bedah adalah 94% di tujuh penelitian. 1,3,4
2.8.5.Triple Diagnosis
Kombinasi pemeriksaan fisik, mamografi, dan biopsi aspirasi jarum halus untuk mendiagnosis benjolan yang teraba disebut sebagai triple diagnosis. Ada sensitivitas yang sangat baik (99%) dan spesifisitas (99%) dengan pendekatan ini.  Jika salah satu dari tiga modalitas mengesankan kanker, biopsi eksisi adalah dibenarkan. 1,3,4
2.9. ABNORMALITAS YANG BERKAITAN DENGAN PENINGKATAN RISIKO KANKER PAYUDARA
Beberapa entitas patologis diasosiasikan dengan peningkatan risiko akan kanker payudara (Tabel 1). Laporan terakhir memperlihatkan bahwa terdapat sedikit peningkatan dalam risiko kanker payudara diantara para wanita yang berusia diatas 50 tahun dengan lesi jinak (benign lesions) yang berada pada kategori bawah dari risiko: cyst, adenosis, mammary-duct ectasia, fibrosis, metaplasia, fibroadenoma, mild-to-moderate atau florid hyperplasia tanpa atypia, dan papilloma. Penelitian ini mengkombinasikan dua kelompok para wanita pada kategori bawah dari risiko: yaitu mereka dengan proliferative disease tanpa atypia dan mereka dengan nonproliferative disease (Tabel 1). Banyak penelitian yang dilaporkan mengenai isu ini menemukan adanya peningkatan risiko akan kanker payudara hanya diantara para wanita dengan proliferative disease. Diantara para wanita dengan nonproliferative disease, hanya mereka dengan sejarah keluarga yang mengidap kanker payudara yang mengalami peningkatan risiko. 1,2,8,12
Kepadatan payudara pada mammographic screening juga adalah faktor risiko, dengan peningkatan pada risiko relative dengan faktor lima untuk kepadatan yang paling tinggi (Gambar 1). Payudara yang padat mengandung proporsi yang lebih tinggi akan stromal dan jaringan kelenjar (glandular tissue), dan juga jumlah lesions yang meningkat diklasifikasikan sebagai ductal hyperplasia umum dan atypical ductal hyperplasia. Menurut penelitian-penelitian terdahulu tentang kembar (twins), faktor heritabilitas mempengaruhi tepatnya 60 persen dari variasi dalam kepadatan payudara. 1,3,4

Risiko kanker payudara juga meningkat, kaitannya dengan tingginya tingkat estradiol dan testosterone plasma yang bebas pada wanita postmenopausal, penambahan berat badan sebesar 20 kg (44  lb) atau lebih setelah menopause, menarche dini, menopause terlambat, menunda memiliki anak, dan keluarga yang memiliki sejarah kanker payudara. Pembawa BRCA1 memiliki probabilitas sebesar 65 persen (interval confidence pada 95 persen, 44 ke 78 persen) untuk mengalami kanker payudara pada usia 70 tahun, dan pembawa BRCA2 memiliki probabilitas sebesar 45 persen (interval confidence pada 95 persen, 31 ke 56 persen). Penelitian-penelitian saat ini sedang berusaha untuk mengevaluasi kegunaan nipple aspiration dan ductal lavage sebagai tambahan stratifikasi risiko. Saat ini, model-model Gail and Claus adalah yang umum digunakan sebagai cara yang praktis untuk mengestimasi risiko kanker payudara, tetapi model-model ini hanya menggunakan sejumlah variabel yang terbatas dan tidak terlalu kuat dalam memprediksi gangguan (disease). 1,9,13,14
Gambar 1.  Risiko Kanker Payudara Menurut Kepadatan Payudara pada para wanita Premenopausal dan Postmenopausal.

2.9.1.Progres ke arah gangguang yang ganas (Malignant disease)
Breast lesions dipercaya oleh banyak investigator sebagai progress yang linear dari yang biasanya ductal hyperplasia (ductal hyperplasia tanpa atypia) atau dari lobules yang membuka (unfolded lobules) ke atypical ductal hyperplasia dan kemudian ke ductal carcinoma in situ dan kanker ganas (invasive cancer). Beberapa perubahan biologis dan molekuler (Gambar 2) telah diteliti yang kaitannya dengan progress ini, tetapi hubungan sebab akibat tersebut tidak pernah dinyatakan/dipublikasikan.  1,2


Gambar 2. Progres dari lesi jinak ke ganas

Keterangan Gambar 2:
Progres dari ke arah malignant breast disease dikaitkan dengan akumulasi peningkatan jumlah mutasi genetic. Angka-angka di sebelah kanan adalah faktor-faktor dimana item yang terdaftar di sebelah kiri meningkat pada wanita dengan ductal carcinoma in situ. Rata-rata perkembangbiakan meningkat dengan faktor 5 apabila benign breast tissue dibandingkan dengan ductal carcinoma in situ. Kandungan DNA, seperti yang ditampilkan oleh aneuploidy (DNA lebih atau kurang dapat diduga dengan keberadaan 46 kromosom) yang berangsur-angsur meningkat. Aneuploidy umumnya hadir dalam ductal carcinoma in situ. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa tingkatan reseptor estrogen α (ERα) meningkat, dan satu penelitian besar baru-baru ini menunjukkan penurunan atau pengurangan pada tingkatan reseptor estrogen β (ERβ). Oncogene untuk transforming growth factor α (TGF-α) meningkat seiring dengan (concomitantly) dengan timbulnya hyperplasia. Terdapat peningkatan dalam c-erbB-2 (HER2/neu) dan dalam mutasi pada tumor-suppresor gene p53 hanya pada ductal carcinoma in situ.

III.   PENANGANAN
3.1. Nyeri Payudara Siklis
            Isu yang paling penting dalam manajemen atau pengelolaan nyeri payudara siklis adalah untuk memutuskan apakah perlu untuk ditangani. Dalam ketiadaan suatu massa atau discharge, gejala-gejala yang tidak parah adalah suatu jaminan yang menenteramkan pasien berkaitan dengan ketiadaan gangguan yang serius. Diantara 85 persen dari para wanita yang dievaluasi klinik secara besar-besaran, kewaspadaan sambil menunggu (watchful waiting) tanpa penanganan adalah termasuk dapat diterima setelah kekhawatiran mereka berkurang akan kemungkinan mendapat gangguan ganas (malignant disease), sedangkan 15 persen sisanya meminta penanganan (treatment). Beberapa klinik yang khusus menangani gangguan payudara (breast disorder) memberikan tamoxifen  dan danazol untuk penanganan nyeri pada payudara dan telah melaksanakannya secara random atau acak, placebo-controlled, dan percobaan secara klinis untuk mendemonstrasikan kemanjuran dari strategi-strategi ini. Berdasarkan data sekunder dari the International Breast Cancer Intervention Study, yang melibatkan 7152 wanita yang menerima tamoxifen untuk terapi kanker payudara, menyediakan bukti tambahan akan kemanjuran melalui cara ini dalam meringankan mastalgia. Beberapa terapi lainnya juga kemungkinan manjur berdasarkan prinsip-prinsip fisiologi. Pemasangan atau pemakaian brassiere sebagai pendukung bagi payudara kemungkinan akan mengurangi rasa nyeri. Menurunkan dosis estrogens dalam treatment pada para wanita postmenopausal, atau penambahan androgen pada terapi penggantian estrogen (estrogen-replacement therapy) sepertinya lebih manjur dalam mengurangi rasa nyeri pada payudara. Penggunaan oral contraceptives ternyata tidak pernah diteliti secara sistematis, tetapi preparasi-preparasi yang mengandung estrogen dosis rendah (20 μg ethinyl estradiol) dan 19-nor progestins kemungkinan akan dapat mengurangi rasa sakit.
            Tidak ada cara atau pengaturan (regimen) standar untuk penanganan nyeri payudara ringan-sampai dengan-parah yang digunakan secara luas. Rekomendasi-rekomendasi  awal (initial recommendations) kemungkinan termasuk penggunaan obat-obatan analgesic ringan seperti acetaminophen, nonsteroidal anti-inflammatory drugs (NSAIDs), atau aspirin. Pendekatan-pendekatan lain seperti tamoxifen, pada dosis 10 mg sehari selama tiga ke enam bulan, dan diantara pasien-pasien yang tidak memberi respon terhadap treatment, perubahan pemakaian ke danazol, pada dosis 200 mg sehari (atau hanya selama fase luteal dari siklus menstruasi). Minyak bunga evening primrose sejak lama digunakan, pada dosis oral yaitu 1 ke 3 g sehari, berdasarkan dua penelitian acak; akan tetapi inti pertanyaannya adalah kemujarabannya. Gonadotropin-releasing hormone telah lama sukses digunakan untuk rasa nyeri yang parah. 1,3
3.2.Rasa Nyeri Nonsiklik (Noncyclic Pain)
Pada saat rasa nyeri benar-benar terasa di payudara, pendekatan umum untuk penanganan nyeri siklik (cyclic pain) digunakan. Namun penyebab musculoskeletal  hadir atau dialami pada 40 persen dari wanita yang menunjuk klinik khusus mastalgia berfikir bahwa rasa sakit tersebut berasal dari payudara. Pada dua pertiga dari wanita dengan rasa nyeri pada dinding dada yang menyebar (diffuse chest-wall pain), kondisi tersebut bereaksi terhadap oral atau topical NSAIDs. Diantara pasien-pasien yang tersisa, 85 persen memperoleh keringanan nyeri secara temporer atau permanen dari penggunaan kombinasi anesthetic dan steroidal drugs yang disuntikkan pada daerah yang sakit (tender site). 1,4

3.3.Lesi-lesi yang Berkelompok atau Mengumpul (Focus Lesions)
Pemeriksaan yang teliti akan membedakan antara lesi yang tersendiri (solitary / discrete), dominan, lesi yang terus menerus muncul (persistent masses), dan nodul yang samar (vague nodularity) dan penebalan (thickening). Petunjuk praktis dari The Society of Surgical Oncology merekomendasikan evaluasi berikut ini. Pada wanita yang berusia 35 tahun atau dibawahnya, semua lesi yang dominan, discrete, dan yang dapat teraba (palpable) memerlukan nasehat dari dokter bedah. Jika nodul samar (vague nodularity), penebalan, atau nodul yang tidak simetris hadir, pemeriksaan harus dilakukan berulangkali pada pertengahan siklus (midcycle) setelah satu atau dua siklus menstruasi. Jika keabnormalitasan tersebut berubah (resolves), maka pasien tersebut harus diyakinkan atau ditenangkan (reassured), dan jika hal tersebut tidak ampuh, maka pasien tersebut harus dirujuk kepada dokter bedah. Breast imaging kemungkinan cocok untuk dilakukan. Para wanita yang berusia diatas 35 tahun dengan nodul yang dominan harus melakukan diagnostic mammography (dan harus sering melakukan ultrasonography) serta merujuk pada dokter bedah. Disaat nodul samar (vague nodularity) dan penebalan (thickening) hadir, akan dibutuhkan mammographic screening, dengan pemeriksaan fisik yang dilakukan berulangkali pada saat pertengahan silkus (midcycle) satu ke dua bulan setelahnya.
Untuk cysts yang terlihat nyata (gross cysts), disarankan fine-needle aspiration dengan imaging studies berulangkali selama enam bulan. Cairan bukan darah (nonbloody fluids) dibuang (discarded), tetapi jika cysts yang sama terisi kembali, disarankan untuk melakukan konsultasi bedah. Jika berisi darah, maka cairan tersebut harus dikirim untuk cytologic analysis dan disarankan untuk berkonsultasi dengan dokter bedah.
Praktek biasa memerlukan triple test (perabaan-palpation; mammography, seringnya dilakukan dengan ultrasonography; dan biopsy) untuk para wanita yang berusia lebih dari 35 tahun dengan nodul yang dominan. Disaat hasil mammographic screening negatif tetapi nodul yang dominan muncul, maka biopsy diperlukan untuk menangani kanker payudara, karena lobular carcinoma kemungkinan tidak terlihat pada saat mammography. Diantara para wanita yang lebih muda, mammography kemungkinan tidak dilakukan jika hasil-hasil pada pengujian ultrasonographic dan biopsy menghasilkan informasi yang pasti (definitive information). Banyak para ahli yang tidak melakukan biopsy dalam mengevaluasi para wanita yang lebih muda dengan karakter lesi fibroadenoma pada saat ultrasonography dan memilih untuk mengikuti para pasien ini secara hati-hati dengan serial ultrasonography pada interval enam bulan untuk periode dua tahun dan setahun sekali setelahnya. Karena beberapa penelitian menunjukkan bahwa suatu lesi yang terlihat jinak pada saat mammography  dan ultrasonography, maka kemungkinan lesi tersebut memang jinak adalah lebih dari 99 persen, beberapa dokter ahli akan memilih untuk melakukan follow-up tanpa biopsy. Namun dokter bedah ahli lainnya tidak setuju dan percaya bahwa semua fibroadenomas memerlukan diagnostic core needle biopsy atau fine-needle aspiration, terutama diantara para pembawa atau pengidap BRCA mutation dimana pada mereka tidak ditemukan medullary cancer. Konfirmasi atas biopsy dari fibroadenoma mengeliminasi kebutuhan untuk rangkaian ultrasonography. Untuk pasien-pasien dengan diagnosis atypical ductal hyperplasia pada fine-needle aspiration atau core needle biopsy, maka akan dibutuhkan excisional biopsy, karena pemeriksaan resection yang lebih complete terkadang merubah diagnosis menjadi ductal carcinoma in situ.1,4
3.4.Nipple Discharge
Algoritme praktis (Gambar 3) memilah nipple discharge menjadi dua kategori menurut keberadaan galactorrhea (diartikan sebagai produksi susu yang lebih dari satu tahun setelah menyusui (weaning) atau pada nulligravid atau para wanita menopause). Keberadaan nipple discharge ini berkaitan dengan nodul yang dapat teraba (palpable mass) dan hasil yang positif pada saat mammography atau ultrasonography meyakinkan evaluasi akan adanya nodul atau massa tersebut. Galactorrhea termasuk patologis jika bersifat spontan. Penanganan untuk galactorrhea termasuk pengukuran prolactin dan tingkat thyrotropin serta evaluasi endocrinologic yang sesuai dan treatment jika tingkatan-tingkatan tersebut meningkat.

Jika tingkatan untuk dua hal di atas dalam keadaan normal, treatment dengan dopaminergic agonists dapat diajukan (initiated) untuk dilakukan jika pasien menginginkan untuk mengurangi kebocoran cairan (fluid leak).
Suatu nipple discharge) yang dilakukan dalam kondisi ketiadaan galactorrhea, dianggap sebagai ductal in origin dan diklasifikasikan sebagai antara uniductal atau multiductal. Apabila discharge berasal dari satu saluran (one duct), dan khususnya jika dalam kondisi nyata berdarah atau hasil-hasil dari pengujian darah kotor adalah positif, maka akan dibutuhkan penanganan lebih lanjut. Galactography dengan penggunaan cannulation dan pemasukan zat warna (insertion of dye) ke dalam satu saluran yang memancarkan (emitting) darah pada puting, akan memberikan visualisasi akan ruangan-yang ditempati-lesi (space-occupying-lesions). Tidak semua imaging centers memiliki para ahli dengan teknik ini, dan alternatifnya, surgical biopsy dapat digunakan untuk menentukan lesi-lesi tersebut. Pemeriksaan secara langsung terhadap saluran-saluran (ducts) tersebut dengan menggunakan mini-fiberoptic endoscopy dengan cannula (ductoscopy) yang berdiameter luar 0.65 mm, saat ini sedang diteliti kembali di pusat-pusat penelitian. Eksplorasi ductal memberikan jalan untuk membuang lesi-lesi patologis dan penghentian (cessation) akan discharge. Multiductal discharge yang jelas (clear), serous, hijau-kehitaman, atau yang tidak berdarah hanya memerlukan penentraman hati (reassurance) terhadap pasien. Sebagian besar darah yang timbul dari satu atau dua ducts harus dievaluasi lebih lanjut. Daftar lesi-lesi yang umumnya ditemukan dapat dilihat pada Tabel 2. 1

Gambar 3. Algoritma untuk Evaluasi Breast Discharge
Dengan adanya keterlibatan multiple ducts, jika terdapat discharge yang bersifat spontan dan terus menerus dari darah kotor yang berasal dari single duct, maka harus mempertimbangkan penggunaan galactography.
IV.        PEMBAHASAN
Istilah tumor jinak payudara meliputi kelompok lesi-lesi yang heterogen dengan kemungkinan adanya gejala-gejala yang beragam atau dapat terdeteksi sebagai penemuan mikroskopik insidental. Mayoritas besar lesi-lesi yang terjadi pada payudara adalah jinak.
Perubahan pada payudara normal dimulai dari dominasi duktus, lobulus serta stroma intra dan interlobular serta gambaran pola perubahan serabut dan formasi kista yang dikenal sebagai perubahan fibrokistik.
Pada wanita awal usia remaja sampai dengan pertengahan usia 20an, lobulus dan stroma akan bereaksi terhadap stimuli hormonal secara berlebihan dengan pertumbuhan fibroadenoma yang teraba tunggal atau multipel, dalam beberapa penelitian menyebutkan pada usia ini penemuan fibroadenoma dengan angka 15%-23% dan lainnya menyebut 7%-13%. Pada dekade ketiga dan keempat dari usia tingkatan nodul menyebar yang teraba kemungkinan akan meningkat. Akan terjadi peningkatan jumlah normal jaringan lobular (adenosis) dan juga mungkin hipertrofi stroma yang dapat teraba biasanya di daerah axilary tail. Antara pertengahan dekade keempat dan saat menopause, jaringan kelenjar akan mengalami hipertrofi tingkat lanjut dengan peningkatan jaringan stromal. Formasi kista yang meningkat juga dihubungkan dengan menopause yang terlambat dan penggunaan hormone replacement therapy serta kondisi tubuh yang kurus.
Hormon estrogen dan progesteron memainkan peran dalam perkembangan lesi jinak payudara. Perubahan genetik yang mendasari dan yang di dapat juga dihubungkan dengan lesi jinak payudara, wanita dengan mutasi dalam gen BRCA1 atau BRCA2 mempunyai frekuensi yang tinggi akan lesi jinak atau ganas payudara.  Pembawa BRCA1 dan BRCA2 memiliki probabilitas masing-masing adalah 65% dan 45% untuk mengalami kanker payudara setelah umur 70 tahun. Hal ini mendukung teori bahwa predisposisi yang mendasari (underlying predisposition) ke arah mutasi pada beberapa penderita sebagai penyebab lesi jinak multipel, fenomena ini dikenal sebagai mutator phenotype.
Di antara wanita diatas 50 tahun dengan lesi jinak payudara terdapat sedikit peningkatan risiko akan kanker payudara, ini tergantung dari jenis lesi jinak payudara dan riwayat keluarga yang mengidap kanker payudara. Kepadatan payudara pada mamografi skrening juga adalah faktor risiko. Risiko juga meningkat pada wanita postmenopause  yang estradiol dan testosteron plasmanya tinggi, peningkatan berat badan sebesar 20 Kg atau lebih, menarche dini, menopause terlambat, menunda memiliki anak.
Berdasarkan proliferasi sel pada pemeriksaan payudara, lesi jinak pada payudara dibedakan dalam lesi payudara yang tidak mempunyai peningkatan risiko ke arah kanker, mempunyai tingkatan risiko yang rendah dan tingkatan risiko sedang/moderat.
Kelainan yang tidak mempunyai peningkatan risiko dimana dari hasil histologis didapatkan proliferasi sel minimal adalah Perubahan fibrokistik (dalam lingkup normal): cysts dan ductal ectasia (72%), mild hyperplasia (40%), nonsclerosing adenosis (22%), dan periductal fibrosis (16%),  fibroadenoma sederhana (15-23%), dan bermacam-macam (lobular hyperplasia, juvenile hypertrophy, dan stromal hyperplasia). Tumor-tumor jinak: hamartoma, lipoma, tumor phyllodes, papiloma tunggal, neurofibroma, adenoma raksasa, dan adenomyoephitelioma. Lesi-lesi traumatik: hematoma, fat necrosis, dan lesi-lesi yang disebabkan oleh penetrasi benda asing. Infeksi-infeksi: granuloma dan mastitis. Sarkoidosis. Metaplasi: skuamos dan apokrin. Mastopati diabetes. Persentase-persentase ini menunjukkan persentase payudara dengan lesi jinak yang ditemukan melalui otopsi.
Kelainan yang mempunyai tingkatan risiko rendah dengan hasil histologis proliferasi tanpa atipia adalah: Hiperplasi duktal umum, fibroadenoma kompleks (mengandung cysts berdiameter >3 mm, adenosis sklerosing, pengapuran epitelial, atau perubahan apokrin papiler), papilloma atau papilomatosis, bekas luka melingkar (radial scar), dan adenosis duktus kasar.
Lesi jinak yang mempunyai tingkatan risiko sedang/moderat dengan hasil histopatologis proliferasi dengan atipis adalah: duktus hiperplasi atipis dan lobular hiperplasi atipis. Sebagian besar tumor piloides dianggap sebagai tumor jinak fibroepitelial, tetapi beberapa menunjukkan gambaran klinis dan histologi ganas.  
Gambaran klinis tumor jinak payudara dapat berupa nyeri pada payudara, nyeri pada daerah yang bukan payudara, puting berlendir, benjolan yang soliter atau tersebar. Nyeri payudara dapat berupa nyeri siklik atau nonsiklik, nyeri siklik kemungkinan disebabkan oleh stimulasi hormonal lobulus pada payudara normal sebelum mestruasi, nyeri nonsiklik karena peregangan ligamentum cooper, tekanan dari bra, fat necrosis dari trauma, hidradenitis supuratif, mastitis yang mengumpul atau berkelompok, mastitis periduktal, kista, penyakit Mondor’s (sclerosing periphlebitis vena payudara). Nyeri pada daerah yang bukan payudara kemungkinan penyebabnya adalah berasal dari nyeri pada dinding dada sindrom Tietz (costochondritis), nyeri dinding dada yg terlokalisasi di lateral, nyeri dinding dada yang difus di lateral, nyeri radikuler arthritis servikal. Dan nyeri yang bukan dari dinding dada, yaitu penyakit kandung empedu, penyakit jantung iskemik.
Puting berlendir (nipple discharge) dapat berupa adanya galaktore atau tanpa galaktore, untuk puting berlendir dengan galaktore dari duktus multipel bilateral penyebabnya bisa karena hiperprolaktinemia dari tumor pituitary, hipotoroidisme, obat-obat bius. Untuk nipple discharge tanpa adanya galaktore dari satu duktus (timbul atau bersifat spontan dan berdarah, dengan darah kotor, atau serosanguineous) dapat berasal dari papiloma intraduktal, karsinoma duktal insitu, penyakit Paget payudara, sementara itu nipple discharge tanpa adanya galaktore dari duktus multipel (timbul dan berdarah atau tidak berdarah, bilateral, hitam atau bening) dapat disebabkan karena perubahan fibrokistik dan duktal ektasi.
Benjolan soliter pada usia kurang dari 30 tahun, keras, elastik, lesi sebagian besar adalah fibroadenoma. Usia 30-50 tahun, keras, sebagian besar adalah fibroadenoma, cysts, perubahan fibrokistik, duktal hiperplasia umum, duktal hiperplasia atipis, lobular hiperplasia atipis. Usia lebih dari 50 tahun, keras, discrete sebagian besar lesi adalah cyst, karsinoma duktal insitu, kanker ganas (invasive cancer). Benjolan yang tersebar, tanpa ada benjolan yang discrete biasanya adalah perubahan fibrokistik.
Pemeriksaan secara sistematis keseluruhan payudara dan dinding dada harus dilakukan, sensitivitas dan spesifisitas dari pemeriksaan payudara secara klinis adalah berturut-turut sebesar 54 % dan 94 %, ini tergantung teknik dan cara pemeriksa. Pemeriksaan riwayat penyakit harus mencakup karakteristik gejala dan waktu dalam kaitannya dengan siklus haid dan mengkaji faktor risiko kanker meliputi: menarke sebelum usia 12 tahun, menopause setelah umur 55 tahun, dan melahirkan hidup pertama pada usia 30 tahun atau lebih,  jumlah kerabat tingkat pertama dengan kanker payudara.
Triple diagnosis (kombinasi pemeriksaan klinis, mamografi dan aspirasi jarum halus) masih memegang peranan yang sangat penting dengan nilai sensitivitas dan spesifisitas yang sangat baik masing-masing adalah 99 %. Mamografi dilakukan sebagai tambahan untuk mengevaluasi benjolan payudara, namun pada wanita yang kurang dari 35 tahun umumnya tidak bermanfaat. Mamografi dilakukan pada wanita yang lebih dari 35 tahun, hasil mamografi yang densitasnya meningkat, batas ireguler, spiculation, dan mikro kalsifikasi berkerumun tidak teratur mengesankan kanker. Mamografi dengan temuan yang bulat, lesi padat mengesankan suatu massa yang kistik. Ultrasonografi berguna dalam mengevaluasi lebih lanjut kelainan yang di dapat dari mamografi terutama pada usia kurang dari 35 tahun terutama pada massa yang terdeteksi oleh mamografi tapi tidak teraba, juga jika massa yang kecil atau terlalu dalam untuk dilakukan aspirasi.
Aspirasi jarum halus dapat dilakukan untuk suatu massa yang dicurigai kista, kanker ditemukan kira-kira 1 % dari cairan aspirasi yang berwarna darah. Bila tidak ada cairan dapat digunakan sel yang di dapat dengan evaluasi sitologi dengan biopsi aspirasi jarum halus. Core needle biopsy digunakan untuk mengevaluasi massa payudara yang tidak teraba namun terdeteksi oleh mamografi, dilakukan dengan bimbingan ultrasonografi atau mamografi, kesesuaian core needle biopsy dengan eksisi bedah mencapai 94%.
Dalam penanganan nyeri payudara siklis tidak semua memerlukan penanganan, 85 % cukup dengan penjelasan akan kemungkinan kearah risiko keganasan sehingga dengan itu pasien akan merasa tenang, sementara 15 % meminta penanganan. Penanganan nyeri dapat menggunakan NSAID atau Tamoxifen dosis 10 mg sehari selama 3 sampai 6 bulan, atau bila tidak respon dengan Tamoxifen dapat diganti dengan Danazol dosis 200 mg sehari selama fase luteal dari siklus menstruasi, dapat juga digunakan minyak bunga Evening primrose dosis oral 1-3 gram sehari, atau jika nyeri yang parah dapat diberikan Gonadotropin releasing hormone. Penggunaan Bra untuk menyokong payudara, penurunan dosis estrogen pada treatmen postmenopause, kontrasepsi oral (estrogen dosis rendah: ethinyl estradiol 20 µg) dan 19-nor progrestin dilaporkan juga dapat mengurangi rasa nyeri.
Untuk rasa nyeri nonsiklik dapat digunakan pendekatan secara umum, biasanya akan bereaksi cukup baik dengan NSAID oral atau topikal, bila nyeri permanen dapat juga digunakan kombinasi bahan anestesi dengan obat steroid yang disuntikkan pada tempat yang sakit.
Lesi-lesi yang berkelompok atau mengumpul tetap berpedoman pada triple diagnosis, untuk pasien dengan hasil duktal hiperplasi atipis dari fine needle aspiration atau core needle biopsy dibutuhkan biopsi eksisi kerana reseksi yang lebih komplit kadang dapat merubah diagnosis menjadi karsinoma duktal insitu.
Penanganan dan evaluasi nipple discharge dapat mengunakan algoritme praktis yang menuntun berdasarkan keberadaan massa pada saat palpasi dan dari mamografi/ USG serta keberadaan galaktore. Bila ada galaktore maka perlu pengukuran prolaktin dan tirotropin serta evaluasi endokrinologi yang sesuai, jika didapatkan peningkatan akan memerlukan penanganan, atau bila hasilnya normal dapat juga ditangani dengan agonis dopaminergik untuk mengurangi kebocoran cairan bila pasien menginginkannya. Apabila discharge berasal dari satu duktus, khususnya bila berdarah atau bila hasil evaluasi darah kotor hasilnya positif maka akan dibutuhkan penanganan dengan galaktorafi atau duktoskopi yang akan mempresentasikan lesi dari space occupying lesions, namun bila tidak ada dapat dilakukan biopsi bedah, eksplorasi duktal untuk membuang lesi-lesi patologis dan penghentian discharge. Untuk discharge dari multi duktal yang jernih, serous, kehijauan-kehitaman atau yang tidak berdarah cukup dengan penentraman hati terhadap pasien dan ditindaklanjuti dengan evaluasi.

V.                KESIMPULAN
1.    Mayoritas lesi yang terjadi pada payudara adalah jinak.
2.    Hormon estrogen dan progesteron mempunyai peran dalam perkembangan lesi jinak payudara.
3.    Perubahan genetik dengan lepasnya ikatan heterozigot segmen kecil DNA dan mutasi gen BRCA1 atau BRCA 2 mempunyai frekuensi yang sangat tinggi untuk lesi jinak atau ganas payudara.
4.    Lesi jinak payudara berdasarkan proliferasi sel diklasifikasikan dalam tingkatan risiko rendah dan tingkatan yang sedang/moderat.
5.    Gambaran klinis lesi jinak payudara adalah breast pain, nonbreast pain, nipple discharge, focal and diffuse brast lumps.
6.    Pemeriksaan riwayat penyakit harus mencakup karakteristik gejala dan waktu dalam kaitannya dengan siklus haid dan mengkaji faktor risiko kanker meliputi: menarke sebelum usia 12 tahun, menopause setelah umur 55 tahun, dan melahirkan hidup pertama pada usia 30 tahun atau lebih,  jumlah kerabat tingkat pertama dengan kanker payudara.
7.    Dengan menggunakan triple diagnosis (kombinasi pemeriksaan fisik, mamografi dan aspirasi jarum halus) lesi payudara dapat ditegakkan dengan nilai sensitivitas dan spesifisitas sangat baik yaitu 99 %.
8.    Pemeriksaan klinis payudara harus dilakukan secara sistematis, sensitivitas dan spesifisitas dari pemeriksaan payudara secara klinis adalah berturut-turut sebesar 54 % dan 94 %.


VI.             DAFTAR PUSTAKA
  1. Santen, RJ.,  Mansel, R., Benign Breast Disorders, N Engl J Med 2005;353:275-85.
  2. Elmore, J G.,  Gigerenzer, G., Benign Breast Disease — The Risks of Communicating Risk, N Engl J Med 2005;353;3.
  3. Guray, M., Sahin A A., Benign Breast Diseases: Classification, Diagnosis, and Management, The Oncologist 2006;11:435–449.
  4. Mark, M,   Pelin, B,. Breast Disorders and Breast Cancer Screening,         http://www.clevelandclinicmeded.com/medicalpubs, 2009 (1).
  5. Keith,L,. Arthur,F,. Clinically oriented anatomy, Fifth edition, Lippincott Williams and Wilkins, 2006
  6. Edison, T., Stromal Effects in Breast Cancer, N Engl J Med, 2007:357;25.
  7. Lynn,C., Thomas, A., Benign Breast Disease and the Risk of Breast Cancer, N Engl J Med. 2005;353:229-37.
  8. Jiping,W., Joseph,P., Lower-Category Benign Breast Disease and the Risk of Invasive Breast Cancer, J Natl Cancer Inst 2004;96:616–20
  9. Sandhy, P., Kathleen, R., A Multidisciplinary Approach to the Management of Breast cancer, part 1. Prevention and Diagnosis, Mayo Clin.Proc. 2007;82(8):999-1012.
  10. Thomas,E,. Abdissa,N,. Estrogen plus Progestin and risk of benign proliverative breast disease, Cancer epidemiol biomarkers prev, 2008;17(9).
  11. Shane,V., Lynn,C., Assessment of the Accuracy of the Gail Model in Women With Atypical Hyperplasia, J Clin Oncol. 2008:26:5374-5379.
  12. Nancy,K., Robert,A., Risk of Breast Cancer after Benign Breast Diseases, American Journal of Epidemiology, 1992. Vol. 135. No. 6.
  13. Maria,J., Usha, R., Multiplicity of Benign Breast Lesions Is a Risk Factor for Progression to Breast Cancer, Clin Cancer Res. 2007;13(18):5474-5479.
  14. Stephanie,J., James, L., A Prospective Study of Benign Breast Disease and the Risk of Breast Cancer, JAMA, 1992;267:941-944.